1. Pengertian Pola Asuh Orang Tua
Pola
asuh orang tua merupakan interaksi antara anak dan orang tua selama
mengadakan kegiatan pengasuhan. Pengasuhan ini berarti orang tua
mendidik, membimbing, dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk
mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat (Turmudji, 2006).
Kohn
(1986) menyatakan bahwa pola asuhan merupakan sikap orang tua dalam
berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap orang tua ini meliputi cara
orang tua memberikan aturan-aturan, hadiah maupun hukuman, cara orang
tua menunjukkan otoritasnya, dan cara orang tua memberikan perhatian
serta tanggapan terhadap anaknya. (Turmudji, 2006).
Perhatian dan penjagaan ini wajib sebagaimana yang diwajibkan oleh Allah dalam firman-Nya: ”Hai
orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah
terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan”. (QS At Tahrim : 6)
Sebagai
pengasuh dan pembimbing dalam keluarga, orang tua sangat berperan dalam
meletakkan dasar-dasar perilaku bagi anak-anaknya. Sikap, perilaku,
dan kebiasaan orang tua selalu dilihat, dinilai, dan ditiru oleh anaknya
yang kemudian semua itu secara sadar atau tak sadar diresapinya dan
kemudian menjadi kebiasaan pula bagi anak-anaknya. Hal demikian
disebabkan karena anak mengidentifikasikan diri pada orang tuanya
sebelum mengadakan identifikasi dengan orang lain (Turmudji, 2006).
2. Jenis – Jenis Pola Asuh
a. Menurut Rutter
Rutter menggambarkan empat jenis gaya pengasuhan orang tua (Kaplan dan Sadock, 2000):
1) Otoriter (authoritarian), ditandai dengan aturan yang kaku dan ketat, yang dapat menyebabkan depresi pada anak,
2) Serba membolehkan (permissive), ditandai dengan kesabaran dan tidak ada penentuan batas-batas, yang dapat menyebabkan kontrol impuls yang buruk,
3) Acuh tak acuh (indifferent), ditandai dengan penelantaran dan tidak adanya keterlibatan, yang menyebabkan perilaku agresif,
4) Timbal balik (reciprocal),
yang ditandai dengan pengambilan keputusan secara bersama-sama dengan
perilaku yang diarahkan dengan cara yang rasional, yang menyebabkan rasa
percaya diri.
b. Menurut Baumrind
Baumrind
(1978) mengklasifikasikan gaya-gaya disiplin parental ke dalam: gaya
yang bersifat primitif, otoritatif dan demokratif. Gaya orang tua yang
permisif dicirikan oleh sifat menerima dan tidak menghukum dalam
menghadapi perilaku anak-anak. Sebaliknya gaya disiplin otoritatif
menekankan kepatuhan terhadap aturan-aturan dan otoritas orang tua.
Terakhir gaya disiplin demokratif yang menekankan suatu cara yang
rasional, berorientasi pada isu memberi dan menerima (Friedman, 1998).
c. Menurut Hurlock
Menurut
Hurlock (1990) dikatakan bahwa ada ada tiga metode pola asuh yaitu pola
asuh otoriter, pola asuh demokratis, dan pola asuh permisif, karena
kecenderungan pola asuh tertentu yang diterapkan oleh orang tua kepada
anak – anaknya (Afhi, 2005).
3. Karakteristik Pola Asuh
a. Pola Asuh Otoriter
Pola
Asuh otoritatif hanya mengenal hukuman dan pujian dalam berinteraksi
dengan anak. Pujian akan diberikan mana kala anak melakukan sesuai
dengan keinginan orang tua. Sedangkan hukuman akan diberikan manakala
anak tidak melakukan sesuai dengan keinginan orang tua (Segeruo, 2004).
Secara
umum dalam pola asuh otoriter, orang tua sangat menanamkan disiplin dan
menuntut prestasi tinggi pada anaknya. Hanya sayang orangtua tidak
memberikan kesempatan pada anak untuk mengungkapkan pendapat, sekaligus
menomorduakan kebutuhan anak Akibat penerapan pola asuh otoriter ini akan muncul empat tujuan anak berperilaku negatif yakni : Mencari perhatian, unjuk kekuasaan , pembalasan dan penarikan diri (Markum, 2000).
Orang
tua yang otoriter beranggapan bahwa mereka dapat merubah perilaku anak
yang tidak sesuai dengan nilai yang mereka anut dengan cara mencongkel
perilaku itu lalu menggantikannya dengan perilaku yang mereka kehendaki
tanpa memperdulikan perasaan anaknya (Segeruo, 2004).
Karakteristik pola asuh otoriter (Fartan, 2005):
- Adanya kontrol yang ketat dan kaku dari orang tua
- Aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati anak
- Anak harus bertingkah laku sesuai aturan yang diterapkan oleh orang tua kepada anak – anaknya
- Orang tua tidak mempertimbangkan pandangan dan pendapat anak
- Orang tua memusatkan perhatian dan pengendalian cara otoriter yaitu berupa hukuman fisik
b. Pola Asuh Demokratis
Pola demokratif mendorong
anak untuk mandiri, tapi orang tua tetap menetapkan batas dan kontrol.
Orang tua biasanya bersikap hangat, dan penuh welas asih kepada anak,
bisa menerima alasan dari semua tindakan anak, mendukung tindakan anak
yang konstruktif (Astuti, 2005).
Dalam
memperbaiki kesalahan anak, orang tua menyadari bahwa kesalahan itu
muncul karena mereka belum trampil dalam melakukan kebaikan, sehingga
mereka akan mencoba untuk membangun ketrampilan tersebut dengan berpijak
kepada kelebihan yang anak miliki, lalu mencoba untuk memperkecil
hambatan yang membuat anak berkecil hati untuk memulai kegiatan yang
akan menghantarkan mereka kepada kebaikan tersebut. Lalu juga orang tua
akan berusaha menerima keadaan anak apa adanya tanpa
membanding-bandingkan mereka dengan orang lain atau bahkan saudara
kandung mereka sendiri, atau teman bermainnya (Astuti, 2005).
Orang
tua akan membiasakan diri berdialog dengan anak dalam menemani
pertumbuh-kembangan anak mereka. setiap kali ada persoalan, anak dilatih
untuk mencari akar persoalan, lalu diarahkan untuk ikut menyelesaikan
secara bersama (Segeruo, 2004).
Selain
itu orang tua yang dialogis akan berusaha mengajak anak agar terbiasa
menerima konsekuensi secara logis dalam setiap tindakannya. sehingga
anak akan menghindari keburukan karena dia sendiri merasakan akibat
perbuatan buruk itu, bukan karena desakan dari orang tuanya (Segeruo,
2004).
Karakteristik pola asuh demokratis (Afhi, 2005):
- Aturan dibuat bersama oleh seluruh anggota keluarga (anak dan orangtua)
- Orang tua memperhatikan keinginnan dan pendapat anaknya
- Anak diajak mendiskusikan untuk mengambil keputusan
- Ada bimbingan dan kontrol dari orang tua
- Anak mendapat kesempatan untuk mengemukakan pendapat
- Anak diberi kepercayaan dan tanggung jawab
c. Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini ialah suatu gaya dimana orang tua sangat tidak terlibat dalam kehidupan anak (Amaliyah, 2006). Dalam
golongan ini orang tua bersikap demokratis dan penuh kasih sayang.
Namun, di sisi lain kendali orang tua dan tuntutan berprestasi terhadap
anak itu rendah. Anak dibiarkan berbuat sesukanya tanpa beban kewajiban
atau target apa pun (Markum, 2000).
Orang
tua merasa bahwa pola asuh yang otoriter tidak sesuai dengan kebutuhan
fitrah manusia, sebagai pengambil keputusan yang aktif, penuh arti dan
berorientasi pada tujuan dan memiliki derajat kebebasan untuk menentukan
perilakunya sendiri. Namun disisi lain orang tua tidak tahu apa yang
seharusnya dilakukan terhadap putra putri mereka, sehingga mereka
menyerahkan begitu saja pengasuhan anak-anak mereka kepada masyarakat
dan media masa yang ada. Sambil berharap suatu saat akan terjadi
keajaiban yang datang untuk menyulap anak-anak mereka sehingga menjadi
pribadi yang diharapkan (Segeruo, 2004).
Karakteristik pola asuh permisif (Afhi, 2005):
- Tidak ada bimbingan maupun aturan yang ketat dari orang tua
- Tidak ada pengendalian atau pengontrolan serta tuntunan kepada anak
- Anak diberi kebebasan dan diijinkan membuat keputusan untuk dirinya sendiri
- Tidak ada kontrol dari orang tua
- Anak harus belajar sendiri untuk berperilaku dalam lingkungan sosial
- Anak tidak akan dihukum meskipun melanggar peraturan
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar tentang isi postingan pada blog ini. Terimakasih!