Pengertian
Beberapa pengertian Mola Hidatidosa :
a. Mola hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi, dan edematus. Janin biasanya meninggal, akan tetapi villus-villus yang membesar dan edematus itu hidup dan tumbuh terus; gambaran yang diberikan ialah sebagai segugus buah anggur. Jaringan trofoblast pada villus kadang-kadang berproliferasi ringan kadang-kadang keras, dan mengeluarkan hormon, yakni human chorionic gonadotrophin (HCG) dalam jumlah yang lebih besar daripada kehamilan biasa.
b. Mola hydatidosa adalah tumor yang jinak (benigna) dari chorion.Mola hidatidosa merupakan salah satu dari tiga jenis neoplasma trofoblastik gestasional (ACOG, 1993). Ada dua jenis yang berbeda: komplet atau klasik, mola dan mola sebagian, yang bisa menjadi bagian dari penyakit trofoblastik (DePetrillo, dkk.,1987).
c. Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal kehamilan,
d. Hamil anggur atau mola hidatidosa adalah suatu kehamilan abnormal dimana struktur janin normal tidak terbentuk, hingga yang berkembang hanyalah kantung kehamilan. Pada pemeriksaan USG akan tampak berupa kantung-kantung kecil dalam berbagai ukuran berisi cairan dan darah. Melalui pemeriksaan jaringan (patologi anatomi/PA) baru dapat dipastikan bahwa Ibu benar terkena mola hidatidosa. Dari hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) juga dapat diketahui seberapa berat kelainan yang ada.
e. Mola Hidatidosa ialah kehamilan abnormal, dengan ciri-ciri stroma villus korialis langka vaskularisasi dan edematus.
Perbedaan dengan kehamilan gemmelli :
- Pada kehamilan adanya goyangan anak pada mola tidak ada
- Pada kehamilan adanya DJJ dan pada mola tidak ada
Etiologi
Pada molahidatinosa tidak terjadi deperensiasi tetapi hanya froliferasi sehingga pertumbuhan tidak terkendali pada sel-sel tropoblas yang mana vaskularisasi tidak mencukupi sehingga bagian pinggir akan nekrosis dan keluar menimbulkan gelembung mola (fluksus) yang akhirnya akan mengalami mola abortion.
a. Mola hidatifosa berasal dari plasenta dan/atau jaringan janin sehingga hanya mungkin terjadi pada awal kehamilan. Massa biasanya terdiri dari bahan-bahan plasenta yang tumbuh tak terkendali. Sering tidak ditemukan janin sama sekali. Penyebab terjadinya mola belum sepenuhnya dimengerti. Penyebab yang paling mungkin adalah kelainan pada sel telur, rahim dan/atau kekurangan gizi. Resiko yang lebih tinggi ditemukan pada wanita yang berusia di bawah 20 tahun atau diatas 40 tahun. Faktor resiko terjadinya mola adalah:
o Status sosial-ekonomi yang rendah
o Diet rendah protein, asam folat dan karotin.
b. Mola komplet atau klasik terjadi akibat fertilisasi sebuah telur yang intinya telah hilang atau tidak aktif (lihat gambar). Mola menyerupai setangkai buah anggur putih. Vesikel-vesikel hidropik (berisi cairan) ber¬tumbuh dengan cepat, menyebabkan rahim menjadi lebih besar dari usia kehamilan yang seharusnya.. Biasanya mola tidak mengandung janin, plasenta, membran amniotik atau air ketuban. Darah maternal tidak memiliki plasenta. Oleh karena itu, terjadi perdarahan ke dalam rongga rahim dan timbul perdarahan melalui vagina. Pada sekitar 3% keha¬milan, mola ini berkembang menjadi koriokarsinoma (suatu neoplasma ganas yang bertumbuh dengan cepat). Potensi untuk menjadi ganas pada kehamilan mola sebagian jauh lebih kecil dibanding kehamilan mola komplet (Scott, dkk.,1990).
c. Uterus membesar lebih cepat dari biasa, penderita mengeluh tentang mual dan muntah, tidak jarang terjadi perdarahan per vaginam. Kadang-kadang pengeluaran darah disertai dengan pengeluaran beberapa gelembung villus, yang memastikan diagnosis mola hidatidosa. Golongan tidak bisa ditentukan terdiri atas penyakit trofoblast di mana tidak terdapat bahan-bahan dari otopsi, atau operasi, atau kerokan untuk membuat diagnosis morfologik, akan tetapi diagnosis dibuat dengan cara (hormonologik) Dengan kelompok resiko tinggi: - usia kurang dari 20 tahun, sosioekonomi kurang, - jumlah paritas tinggi, - riwayat kehamilan mola sebelumnya.
Pembagian
o Mola hidatidosa klasik / komplet : tidak terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, ada gambaran proliferasi trofoblas, degenerasi hidropik villi chorialis dan berkurangnya vaskularisasi / kapiler dalam stroma. Sering disertai pembentukan kista lutein,(25-30%).
o Mola hidatidosa parsial / inkomplet : terdapat janin atau bagian tubuh janin. Ciri histologik, terdapat jaringan plasenta yang sehat dan fetus. Gambaran edema villi hanya fokal dan proliferasi trofoblas hanya ringan dan terbatas pada lapisan sinsitiotrofoblas. Perkembangan janin terhambat akibat kelainan kromosom dan umumnya, Mati pada trimester pertama.
Patogenesis
• Sebagian dari villi berubah menjadi gelembung-gelembung berisi cairan jernih. Biasanya tidak ada janin, hanya pada mola partialis kadang-kadang ada janin. Gelembung itu sebesar bulir kacang hijau sampai sebesar buah anggur. Gelembung ini dapat mengisi seluruh cavum uteri.
Di bawah mikroskop nampak degenerasi hydropik dari stroma jonjot, tidak adanya pembuluh darah dan proliferasi trofoblast. Pada pemeriksaan chromosom didapatkan poliploidi dan hampir pada se¬mua karus mola susunan sex chromatin adalah wanita. Pada mola hydatidosa, ovaria dapat mengandung kista lutein ka-dang-kadang hanya pada satu ovarium kadang-kadang pada keduanya.
Kista ini berdinding tipis dan berisikan cairan kekuning-kuningan dan dapat mencapai ukuran sebesar tinju atau kepala bayi. Kista lutein terjadi karena perangsangan ovarium oleh kadar gonadotropin chorion yang tinggi. Kista ini hilang sendiri setelah mola dilahirkan.
• B-hCG meningkat - aktifitas ovarium meningkat (ovarium kistik) - estrogen tinggi
menimbulkan efek hipertiroidisme dari aktifitas B-hCG yang tinggi. Teori Acosta-Sison : defisiensi protein.
Sitogenetika : mola hidatidosa komplet berasal dari genom paternal (genotipe 46xx sering, 46 xy jarang, tapi 46xx nya berasal dari reduplikasi haploid SPERMA dan tanpa kromosom dari ovum). Mola parsial mempunyai 69 kromosom terdiri dari kromosom 2 haploid paternal dan 1 haploid maternal (triploid, 69xxx atau 69xxy dari 1 haploid ovum dan lainnya reduplikasi haploid paternal dari satu sperma atau fertilisasi dispermia).
Tanda dan Gejala
Pada tahap awal tanda dan gejala kehamilan mola tidak dapat dibedakan dari tanda dan gejala keha¬milan normal. Pada waktu selanjutnya perdarahan per vaginam pada hampir.semua kasus. Cairan yang keluar dari vagina bisa berwarna coklat tua (menyerupai jus buah prum) atau merah terang, bisa sedikit atau banyak. Keadaan ini bisa berlangsung selama beberapa hari saja atau secara intermiten selama beberapa minggu. Pada awal kehamilan, kira¬kira setengah jumlah wanita memiliki rahim yang lebih besar dari usia kehamilan yang diperkirakan melalui tanggal menstruasi.
Anemia akibat kehilangan darah, rasa mual dan muntah yang berlebihan (hiperemesis gravidarum), dan kram perut yang disebabkan distensi rahim merupakan gejala yang cukup sering ditemukan. Ane¬mia terjadi akibat perdarahan intrauterin. Preeklamp¬sia terjadi pada sekitar 15% kasus, biasanya antara minggu gestasi ke-9 dan ke-12.
Gejala-gejala :
Pada pasien dengan ammenorhoe terdapat :
o Perdarahan kadang-kadang sedikit, kadang-kadang banyak. Karena perdahan ini pasien biasanya anaemis.
o Rahim lebih besar tidak sesuai dengan tuanya kehamilan.
o Hyperemesia lebih sering terjadi, lebih keras dan lebih lama.
o Mungkin timbul preeklampsi atau eklampsi.
o Terjadinya preeklampsi atau eklampsi sebelum minggu ke 24 me¬nunjuk ke arah mola hydatidosa.
o Tidak ada tanda-tanda adanya janin ; tidak ada ballottement, tidak ada bunyi jantung anak dan tidak nampak rangka janin pada Rontgen foto.
Pada mola partialis, keadaan yang jarang terjadi, dapat dikete¬mukan janin, kadar gonadotropin chorion tinggi dalam darah dan air kencing. Gejala-gejala hipertiroidisme ditemukan pada 10% kasus (denyut jantung yang cepat, gelisah, cemas, tidak tahan panas, penurunan berat badan yang tidak diketahui penyebabnya, tinja encer, tangan gemetar, kulit lebih hangat dan basah) . Gejala-gejala pre-eklamsi yang terjadi pada trimester I atau awal trimester II (tekanan darah tinggi, pembengkakan kaki-pergelangan kaki-tungkai, proteinuria).
Diagnosis :
Kehamilan mola hidatidosa akan didapatkan gambaran/tanda :
- Seperti keluhan kehamilan muda
- Dengan perubahan secara cepat menyebabkan TFU (tinggi Fundus uteri) lebih besar dari pada usia kehamilan dari pada umumnya. Sehingga pada keadaan ini harus dibedakan dari pada kehamilan gemmelli.
Sudah dikemukakan bahwa uterus pada mola hidatidosa tumbuh lebih daripada kehamilan biasa; pada uterus yang besar ini tidak terdapat tanda adanya janin di dalamnya, seperti balottemen pada palpasi, gerak janin auskultasi, adanya kerangka janin pada pemeriksaan Roentgen, dan denyut jantung pada ultrasonografi. Perdarahan merupakan gejala yang ditemukan. Kadar hCG pada mola jauh lebih tinggi daripada kehamilan Ultrasonografi (B-Scan) memberi gambaran yang khas mola hidatidosa.
Diagnosa baru pasti kalau melihat lahirnya gelembung-gelembung mola. Kalau uterus lebih besar daripada sesuai dengan tuanya kehamilan maka kemungkinan yang harus dipertimbangkan :
o Haid terakhir keliru.
o Kehamilan dengan myoma uteri
o Hydramnion
o Gemelli
o Mola hydatidosa
Untuk membuat diagnosa sering dilakukan pemeriksaan sebagai berikut :
1. Rontgen foto : kalau ada rangka janin maka kemanqkinan terbesar bahwa kehamilan biasa walaupun pada mola partialia kadang ¬kadang terdapat janin. Tidak terlihatnya janin tidak menentukan.
2. Reaksi biologis misalnya Galli Mainini ; pada mola hydatidosa kadar gonadotropin chorion dalam darah dan air kencing sangat tinggi maka reaksi Galli Mainini dilakukan kwantitatip. Kadar gonadotropin yang diperoleh selalu harus dibandingkan dengan kadar gonadotropin pada kehamilan biasa dengan umur yang sama.
3. Pada kehamilan muda kadar gonadotropin naik dan mencapai puncaknya ± pada hari ke 100 sesudah mana kadar tersebut turun. Kadar yang tinggi sesudah hari ke 100 dari kehamilan lebih ber¬arti dari pada kadar yang tinggi sebelum hari ke 100.
4. Percobaan sonde ; pada mola sonde mudah masuk ke dalam cavum uteri, pada kehamiilan biasa ada tahanan oleh janin.
5. Teknik baru yang sedang diperkembangkan ialah :
o Arteriografi : yang memperlihatkan pengisian bilateral vena uterina yang dini.
o Suntikan zat kontras ke dalam uterus : memperlihatkan gam¬baran sarang tawon.
o Ultrasonografi : gambaran badai salju.
Therapi
Kuretase suction merupakan suatu cara evakuasi kehamilan mola yang aman, cepat, dan efektif pada hampir semua wanita (Scott, dkk., 1990). Penatalak¬sanaan lanjutan meliputi pemeriksaan panggul dan fisik dengan frekuensi sering disertai pengukuran kadar hCG serum selama minimal setahun. Pening¬katan titer dan pembesaran rahim bisa mengindikasi¬ kan koriokarsinoma. Oleh karena itu, untuk meng¬hindari kebingungan terhadap tanda kehamilan, kehamilan harus dihindari selama satu tahun. Kontrasepsi oral biasanya diberikan. Kesembuhan pada keadaan keganasan ini didefinisikan sebagai hilangnya semua tanda klinis dan tanda hormonal selama lima tahun.
Mengingat bahaya tersebut di atas maka mola hydatidosa harus digugurkan segera setelah diagnosa ditentukan, tetapi mengingat bahaya choriocarsinoma harus diadakan follow-up yang teliti, jadi terapi terdiri atas 2 bagian :
1. Pengguguran dan curettage dari mola atau dila¬kukan hysterektomi.
2. Follow-up untuk mengawasi gejala-gejala chorio¬carcinoma.
Kalau sudah ada pembukaan sebesar kira-kira 1 jari dilakukan curettage. Curettage ini selalu harus dengan transfusi darah karena kemungkinan perdarahan yang banyak besar sekali. Sebaiknya diper¬gunakan vakum curet. Mengingat bahaya perforasi, karena uterus sangat lunak baik diberikan oxytocin sebelum curettage dimulai. De¬ngan penyuntikan oxytocin, uterus berkontraksi, dindingnya lebih keras dan mengurangi bahaya perforasi.
Kalau belum ada pembukaan maka harus diusahakan dulu supaya cervix cukup membuka karena curettage mola melalui ostium yang sempit sangat berbahaya.
Pembukaan cervix dapat dicapai secara kimiawi misalnya dengan pemberian infus oxytocin 10 satuan dalam 500 cc glucose 5% atau dengan penyuntikan 2 ½ satuan oxytocin tiap setengah jam sebanyak 6 kali. Cara yang lain ialah secara mekanis dengan mempergunakan laminaria stift atau kombinasi dari kedua cara.
Supaya pengosongan rahim dapat dilakukan dengan cepat, di¬pergunakan cunam abortus dulu dan ekspresi pada fundus, baru kalau uterus sudah kecil dilakukan curettage. Kira-kira 10 - 14 hari setelah curettage pertama, dilakukan curet¬tage ke 2. Pada waktu ini uterus sudah mengecil hingga lebih besar kemungkinan bahwa curettage betul menghasilkan uterus yang bersih. Pada wanita yang sudah berumur 40 tahun atau lebih mungkin lebih baik dilakukan hysterektomi. Kejadian choriocarcinoma setelah curettage hanya 2,8% sedangkan sesudah curettage 8,4%. Untuk follow-up setelah curettage reaksi biologis dilakukan sekali 2 minggu sampai reaksi negatip, ke¬mudian sekali sebulan sampai 2 tahun. Hal ini perlu untuk lekas mendiagnosa choriocarcinoma. pada umumnya reaksi immanologis atau biologis 3 minggu setelah pengosongan mola dan paling lambat setelah 6 minggu menjadi ne¬gatip, (sesudah 2 minggu 50% negatip dan sesudah 40 hari 75% negatip). Kalau setelah 6 minggu reaksi masih positif perlu pengawasan klinis.
Kalau reaksi biologis kuantitatif naik atau atau tidak mau menjadi negaiip atau setetah negatip menjadi positip kembali, maka ini merupakan tanda choriocar¬cinoma
Gejala-gejala lain dari choriocarcinoma ialah bahwa setelah curet¬tage mola :
1. Perdarahan terus menerus
2. Involusi rahim tidak terjadi
3. Kadang-kadang malahan tampa metastase di vagina berupa tumor-tumor yang biru ungu, rapuh dan mudah erdarah sebesar kacang Bogor.
Mungkin juga timbul metastase diparu-paru yang menimbulkan batuk dan haemoptoe. Maka kalau ada gejala-gejala yang mencuriga¬kan harus dibuat foto thorax berulang-ulang.
Berhubung dengan kemungkinan, bahwa mola hidatidosa menjadi ganas terapi yang terbaik pada wanita dengan usia yang sudah lanjut dan mempunyai jumlah anak yang diingini, ialah histerektomi. Akan tetapi wanita yang masih menginginkan anak, maka setelah diagnosis mola, dilakukan pengeluaran mola dengan kerokan isapan (sunction curettage) dengan pemberian infus oksitosin intravena. Sesudah itu dilakukan 1 dengan kuret tumpul untuk mengeluarkan sisa-sisa konseptus; keroka dilakukan hati-hati berhubung dengan bahaya perforasi.
Tujuh sampai sepuluh hari sesudahnya itu dilakukan kerokan dengan kuret tajam, agar ada kepastian bahwa uterus betul-betul koso untuk memeriksa tingkat proliferasi sisa-sisa trofoblast yang dapat dite Makin tinggi tingkat itu, makin perlu untuk waspada terhadap kemunkinan keganasan.
Sebelum mola dikeluarkan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan R paru-paru untuk menentukan ada tidaknya metastasis di tempat tersebut Setelah mola dilahirkan, dapat ditemukan bahwa kedua ovarium menjadi kista teka-lutein. Kista-kista ini yang tumbuh karena p hormonal, kemudian mengecil sendiri.
Predisposisi terjadinya Molahidatinosa :
1. Kekurangan vitamin B 12
2. Imunologi
3. Gizi terganggu
ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN MOLA HIDATOSA
.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan memberikan komentar tentang isi postingan pada blog ini. Terimakasih!